Gerhana dan Bukti Kenabian
Bukti utama validitas klaim kenabian adalah terjadinya kejadian di luar kebiasaan yang mendukung klaim kenabian, fenomena yang dikenal sebagai mu'jizat. Terjadinya mu'jizat mengindikasikan konfirmasi Ilahiah terhadap klaim kenabian. Dalam konteks Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, yang dianggap sebagai mu'jizat utama adalah Al-Qur'an yang tak bisa direplikasi keindahan dan retorikanya oleh bangsa Arab yang paling ahli soal tersebut.
Meskipun demikian, selain mu'jizat, ada juga bukti-bukti pendukung dalam catatan sejarah hidup beliau yang menguatkan argumen bahwa beliau betul-betul utusan Tuhan. Fenomena-fenomena ini, meskipun dengan sendirinya tidak menggaransi validitas klaim kenabian, jika dikombinasikan dengan bukti-bukti sejenis bisa menghasilkan kesimpulan meyakinkan tentang validnya klaim kenabian. Contohnya adalah fakta bahwa beliau shallahu ‘alaihi wa sallam memiliki akhlaq mulia, tidak pernah berbohong, bahkan hingga dipercaya oleh mereka yang memusuhi beliau. Begitu juga informasi detail yang dimuat Al-Qur'an tentang umat-umat terdahulu yang mustahil diketahui beliau yang tak punya akses informasi di era itu. Penjelasan terbaik atas fenomena-fenomena di atas adalah kesimpulan bahwa beliau betul-betul Utusan Tuhan. Argumentasi semacam ini dikenal sebagai inference to the best of explanation, yang cukup dekat dengan konsep hadsiyyat dalam ilmu logika.
Salah satu peristiwa sejarah dalam hidup beliau yang bagi saya mengandung indikasi kuat kejujuran klaim kenabian beliau shallahu ‘alaihi wa sallam adalah fenomena gerhana yang terjadi ketika putra beliau, yaitu Ibrahim, wafat. Diriwayatkan di sebuah hadits shahih dalam Kitab Shahih Bukhari:
كَسَفَتِ الشَّمْسُ علَى عَهْدِ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَومَ مَاتَ إبْرَاهِيمُ، فَقالَ النَّاسُ: كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إبْرَاهِيمَ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: إنَّ الشَّمْسَ والقَمَرَ لا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أحَدٍ ولَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا، وادْعُوا اللَّهَ
“Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah ﷺ pada hari ketika Ibrahim (putra beliau) meninggal. Orang-orang berkata: 'Matahari gerhana karena kematian Ibrahim.' Maka Rasulullah ﷺ bersabda: 'Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang atau kehidupannya. Jika kalian melihat (gerhana), maka dirikanlah shalat dan berdoalah kepada Allah.’”
Pertama, peristiwa di atas adalah peristiwa historis yang bisa difalsifikasi oleh sains modern. Ilmu astronomi saat ini bisa menghitung dengan sangat akurat terjadinya fenomena gerhana, baik di masa lalu ataupun di masa depan, dengan ketelitian tinggi. Artinya, kita bisa mengecek apakah betul terjadi gerhana di saat yang berdekatan dengan waktu terjadinya peristiwa dalam hadits di atas.
Mayoritas sejarawan dan ahli hadits meyakini bahwa Sayyidina Ibrahim putra Rasulullah wafat di sekitar tahun ke-10 hijriah, di akhir periode Madinah, tidak lama sebelum wafatnya Rasulullah, meskipun tidak ada bukti yang definitif tentang tanggal pastinya. Dari sini, kita bisa mengecek apakah ada gerhana matahari yang terjadi di sekitar tahun ke-10 hijriah atau 632 Masehi, sebelum Rasulullah wafat, dan bisa disaksikan di jazirah Arab? Jawabannya ada: yaitu gerhana yang terjadi pada tanggal 27 Januari 632 Masehi sebagaimana terlampir pada gambar di bawah. Hal ini menguatkan bahwa kejadian di atas betul-betul peristiwa historis yang terjadi di era kenabian. Ini juga menjadi salah satu bukti pendukung bahwa proses transmisi hadits Nabawi yang dilakukan generasi Muslim awal memang sebuah proses yang secara umum dapat diandalkan.
Kedua, peristiwa dalam hadits di atas sangat menarik karena suatu peristiwa alam yang cukup jarang terjadi berbarengan dengan kejadian personal yang menimpa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana disebutkan dalam matan hadits di atas, masyarakat Arab di era itu percaya bahwa peristiwa gerhana berkaitan dengan kejadian penting di Bumi, seperti kematian atau kehidupan seseorang yang dianggap penting. Kepercayaan semacam ini prevalen bukan hanya di kalangan Arab saja tapi juga di banyak peradaban lampau. Yang menarik, bukannya mengafirmasi pandangan tersebut, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam justru menolaknya. Seseorang yang bukan Utusan Tuhan, yang hanya mencari posisi atau kemuliaan duniawi, akan melihat kejadian unik ini sebagai kesempatan emas untuk menaikkan statusnya di mata masyarakat. Justru, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan betapa fenomena alam seperti gerhana tak berhubungan dengan status seseorang, melainkan bentuk manifestasi Kebesaran dan Kekuasaan Tuhan.
Becuase it's never about him, shallahu ‘alaihi wasallam. It's always about his Lord!
Wa shallahu ‘ala sayyidina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Ingin membaca lebih detail tentang bukti rasional di balik pokok-pokok keimanan Islam? Silahkan baca buku “Logika Keimanan”.
Jika ingin mentraktir kopi penulisnya, silahkan klik di sini.
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke rekan-rekan anda: