Argumen Kosmologis dan Cacat Pikir Komposisi
Benarkah argumen kosmologis keberadaan Tuhan tidak valid karena fallacy of composition?
Sebagaimana tertulis di banyak tulisan di blog ini, keberadaan Tuhan bisa dibuktikan secara rasional melalui keberadaan alam semesta. Komponen penyusun alam semesta yang bersifat mungkin mengindikasikan adanya Sesuatu Yang Wajib. Komponen penyusun alam semesta yang memiliki permulaan mengindikasikan bahwa alam memiliki permulaan dan butuh kepada Sesuatu Yang Tak Bermula.
Salah satu keberatan yang muncul terhadap argumen kosmologis seperti di atas adalah pandangan bahwa argumen kosmologis jatuh kepada cacat pikir atau logical fallacy yang disebut sebagai fallacy of composition. Fallacy of composition terjadi ketika kita melakukan generalisasi dari properti yang dimiliki bagian dari sesuatu menjadi properti yang dimiliki oleh keseluruhannya. Padahal, tidak ada implikasi rasional di sini: properti yang dimiliki bagian dari sesuatu bisa jadi tidak dimiliki oleh keseluruhannya. Sebagai contoh, satu batang lidi yang memiliki sifat ringan tidak berimplikasi bahwa sapu lidi yang terdiri atas banyak batang juga memiliki sifat ringan. Argumentasi kosmologis pun dinilai terjebak pada kesalahan serupa. Fakta bahwa bagian alam semesta bersifat mungkin ataupun memiliki permulaan tidak menggaransi seluruh alam semesta memiliki sifat yang sama, bukan?
Kita akan memulai tanggapan terhadap keberatan di atas dari argumentasi kosmologis pertama, yang menunjukkan adanya Dzat Yang Wajib dari fakta penyusun alam semesta bersifat mungkin. Apa makna “mungkin” di sini? Sesuatu disifati mungkin jika akal secara rasional bisa menerima keberadaan maupun ketiadaannya. Dengan kata lain, ia tidak harus begitu dan bisa berubah. Contohnya adalah bintang bersinar, dunia berputar, air mengalir, dan lain sebagainya. Fakta ini adalah sesuatu yang bersifat aksiomatis, diterima langsung oleh akal tanpa melalui proses berfikir.
Pertanyaannya: apakah sesuatu yang tersusun atas komponen-komponen yang bersifat mungkin juga memiliki sifat mungkin? Jawabannya: pasti! Karena ketersusunan (tarkib) berimplikasi bahwa himpunan penyusunnya tidak harus tersusun dengan susunan yang ada saat ini atau bahkan tidak harus tersusun atas apa pun sama sekali! Ini jelas properti dari sesuatu yang mungkin. Artinya, penyusun alam semesta yang bersifat mungkin berimplikasi pada mungkinnya alam semesta itu sendiri.
Bagaimana dengan argumen kosmologis kedua? Argumen ini memulai premisnya dengan melihat komponen penyusun alam semesta yang mengalami perubahan. Benda-benda langit yang terbit dan terbenam ataupun objek yang diam dan bergerak menunjukkan bahwa komponen alam semesta mengalami perubahan atau berpotensi berubah. Perubahan yang terus-menerus dari waktu yang tak berhingga sampai saat ini mustahil terjadi karena perubahan yang tak berhingga artinya tak berujung sedangkan perubahan yang terjadi berujung di saat ini. Ini adalah kontradiksi. Artinya, objek-objek yang mengalami perubahan ini pun pasti memiliki permulaan.
Kalau objek penyusun semesta memiliki permulaan, apakah alam semesta itu sendiri juga memiliki permulaan? Jawabannya iya! Ke mana pun kita melihat di alam semesta, semuanya terdiri atas objek yang mengalami perubahan sehingga berimplikasi memiliki permulaan. Jika semua komponen alam semesta memiliki permulaan, maka alam semesta yang merupakan himpunan dari keseluruhan komponennya pun pasti memiliki permulaan. Tapi, bukankah ada bagian dari alam semesta yang seperti tidak berubah? Betul, tapi fakta bahwa semuanya semisal dalam artian sama-sama objek material menunjukkan bahwa semuanya pun harus setara sebagai sesuatu yang mungkin. Artinya: semuanya sama-sama bisa berubah! Ini cukup menunjukkan bahwa semuanya pasti memiliki permulaan.
Pemarapan di atas dipaparkan oleh Imam Sanusi dalam karyanya, Aqidah Kubro sebagaimana terlampir di akhir tulisan ini. Kedua pemaparan di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa argumen kosomologis tidak terjatuh pada fallacy of ccomposition. Maka, keduanya valid menunjukkan sifat mungkin dan bermulanya alam semesta yang menjadi pintu gerbang menuju kesimpulan adanya Tuhan Yang Wajib dan Tak Bermula.
Wallahu a'lam.
Lampiran penjelasan Imam Sanusi:
ومن هنا أيضا تعلم أن تلك النطفة ، وسائرَ العالم ، لم يكن ثم كان ، إذ كله مثلك ، جرم يعمر فراغا ، يمكن وجوده وعدمه ، واتصافه بما هو عليه من المقادير والصفات المخصوصة وبغيرها ، فيحتاج كما احتجتَ إلى مخصص يخصصه بما هو عليه ، لوجوب استواء المثلين في كل ما يجب ويجوز ويستحيل .
وقد وجب لذاتك سَبْقُ العدم ، فكذلك يجب لسائر العالم المماثل لك ، إذ لو جاز أن يكون بعض العالم قديما ، والقدم لا يكون إلا واجبا للقديم ، كما يأتي ، للزم أن يختص أحد المثلين عن مثله بصفة واجبة وهو محال ، لِما يلزم من اجتماع متنافيين ، وهو أن يكون مِثْلا غير مثل .
فخرج لك بالنظر في ذاتك ، وانعقاد التماثل بينك وبين سائر الممكنات ، البرهانُ القاطع على حدوث العالم كله ، علوه وسفله ، عرشه وكرسيه ، أصله وفرعه ، وأن جميعَه عاجز عن إيجاد نفسه ، وعن إيجاد غيره ، كعجزك ، وأن الجميع مفتقر إلى فاعل مختار ، كافتقارك ، ( وإن من شيء إلا يسبح بحمده )
“Dan dari sini juga dapat dipahami bahwa nuthfah (air mani) tersebut, serta seluruh alam semesta, pada awalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Karena seluruh alam semesta, seperti dirimu, adalah sebuah objek material yang mengisi ruang, yang mungkin ada dan mungkin juga tidak ada, serta memiliki sifat dan ukuran tertentu atau selainnya. Maka, sebagaimana kamu memerlukan sesuatu yang menentukan keadaanmu, begitu pula alam semesta memerlukan penentu yang menentukan keadaan sebagaimana adanya, karena harus ada kesamaan antara dua hal yang sama dalam aspek sifatnya yang wajib, mungkin, dan mustahil.
Telah wajib bagi dirimu adanya ketiadaan sebelum keberadaan, maka demikian pula seluruh alam semesta yang serupa denganmu, karena jika sebagian dari alam semesta itu qadim (tidak berawal), dan sesuatu yang qadim harus bersifat wajib, sebagaimana akan dijelaskan nanti, maka konsekuensinya adalah: salah satu dari dua hal yang sama itu harus berbeda dari aspek sifat wajibnya, yang mana hal ini mustahil, karena akan menimbulkan kontradiksi, yaitu bahwa sesuatu yang sama tidaklah sama.
Dengan demikian, melalui perenungan terhadap dirimu sendiri, dan adanya kesamaan antara dirimu dan segala sesuatu yang mungkin ada, muncullah bukti yang pasti tentang kebermulaan seluruh alam semesta, baik bagian atas maupun bawahnya, arasy-nya maupun kursi-nya, asalnya maupun cabangnya. Bahwa seluruhnya tidak mampu menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mampu menciptakan yang lain, sebagaimana ketidakmampuanmu. Dan bahwa semuanya memerlukan Pencipta yang berkehendak, sebagaimana engkau pun memerlukan-Nya. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih memuji-Nya.”
Ingin membaca lebih detail tentang bukti rasional di balik pokok-pokok keimanan Islam? Silahkan baca buku “Logika Keimanan”.
Jika ingin mentraktir kopi penulisnya, silahkan klik di sini.
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke rekan-rekan anda: