Ngobrol dengan AI tentang Keberadaan Tuhan
Catatan: Diskusi di bawah ini terjadi antara saya dan salah satu Large Language Model terbaru, yaitu ChatGPT 4o buatan OpenAI. Tentu saja diskusi ini tidak dimaksudkan sebagai perdebatan formal, tapi semata-mata layaknya obrolan santai antara dua orang kawan. Selamat menikmati!
Saya
Mari berdiskusi soal keberadaan Tuhan. Yuk jadi teman diskusi saya. Tanggapi pernyataan saya dengan jawaban-jawaban yang tidak terlalu panjang layaknya dialog 2 orang ya.
AI
Tentu, mari kita mulai. Apa pendapatmu tentang keberadaan Tuhan?
Saya
Menurut saya, keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang tak terbantahkan. Bagaimana menurutmu?
AI
Banyak orang merasa keberadaan Tuhan adalah hal yang pasti berdasarkan keyakinan dan pengalaman pribadi mereka. Namun, ada juga yang meragukannya karena kurangnya bukti empiris. Apa yang membuatmu yakin?
Saya
Menurut saya, "kurangnya bukti empiris" tidak menegasikan keberadaan Tuhan karena memang keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan secara empiris. Tetapi keberadaan-Nya bisa dibuktikan secara rasional. Mau tahu seperti apa argumennya?
AI
Tentu, aku ingin mendengarnya. Bagaimana cara keberadaan Tuhan dibuktikan secara rasional menurutmu?
Saya
Kita bisa menggunakan indra dan akal. Dengan indra kita bisa melihat alam semesta dan seisinya. Setiap komponen alam semesta yang kita lihat adalah sesuatu yang mungkin secara rasional, bisa memiliki satu properti alih-alih properti lain. Langit bisa biru atau merah. Angin bisa bertiup atau tidak. Segala sesuatu yang mungkin butuh kepada sesuatu yang lain untuk menentukan terwujudnya 1 kemungkinan di antara kemungkinan yang lain. Sesuatu yang menjadi penyebab ini bukanlah sesuatu yang mungkin juga karena akan berujung pada rantai sebab-akibat yang tak berujung (infinite regress) atau rantai sebab-akibat yang sirkular. Artinya, rantai sebab-akibat harus berujung pada satu entitas yang bersifat wajib. Ini adalah Tuhan.
AI
Menarik sekali argumennya. Kamu menggunakan argumen kosmologis untuk menjelaskan keberadaan Tuhan. Bagaimana kamu menanggapi orang yang mengatakan bahwa alam semesta bisa saja ada tanpa sebab pertama, atau bahwa rantai sebab-akibat bisa tidak memiliki awal?
Saya
Sebetulnya, konsep Tuhan yang saya sampaikan bukanlah "sebab pertama" tapi Ia penyebab segala sesuatu yang mungkin di setiap saat. Tapi, mari kita fokus ke pertanyaanmu. Kita fokus ke statement pertama dulu. "Alam semesta bisa saja ada tanpa sebab" adalah sesuatu yang mustahil secara rasional. Keberadaan dan ketiadaan alam semesta sama-sama sesuatu yang mungkin secara rasional. Terwujudnya satu kemungkinan di antara 2 kemungkinan tanpa sebab eksternal sama saja dengan mengatakan bahwa "ada 2 hal yang setara (sama-sama mungkin) tapi pada saat yang sama tidak setara (karena 1 kemungkinan terwujud alih-alih yang lain tanpa sebab apa pun)". Ini melanggar hukum logika.
AI
Poinmu jelas, kamu menekankan bahwa tanpa sebab eksternal, memilih antara dua kemungkinan yang setara tanpa alasan adalah tidak rasional. Bagaimana dengan argumen bahwa rantai sebab-akibat bisa tidak memiliki awal, melainkan selalu ada?
Saya
Ini juga mustahil secara rasional. Ada banyak argumen yang bisa kita gunakan di sini. Salah satunya berkaitan dengan penjelasan saya sebelumnya. Mengatakan bahwa ada rantai sebab-akibat yang tak memiliki awal sejatinya sama dengan mengatakan bahwa semua komponen penyusunnya bersifat mungkin. Tapi, keseluruhan himpunan rantai sebab-akibat ini pun adalah sesuatu yang mungkin karena rantai sebab-akibatnya tidak harus memiliki urutan "A" alih-alih urutan yang lain. Karena itu himpunan sebab-akibat ini butuh kepada sesuatu yang lain juga. Kalau penyebabnya adalah sesuatu yang mungkin, maka penyebabnya adalah bagian dari dirinya sendiri. Ini mustahil secara rasional. Artinya, penyebabnya haruslah sesuatu yang eksternal dari dirinya. Artinya, mustahil penyebabnya sesuatu yang mungkin. Maka, ia pasti sesuatu yang wajib.
AI
Argumenmu menunjukkan bahwa bahkan dalam rantai sebab-akibat yang tidak memiliki awal, keseluruhan rantai itu sendiri tetap membutuhkan penyebab eksternal yang bersifat wajib. Ini menarik. Bagaimana kamu menanggapi pandangan bahwa konsep Tuhan sebagai sesuatu yang wajib adalah interpretasi filosofis, bukan bukti empiris yang konkrit?
Saya
Menurut saya, penalaran filosofis maupun penalaran empiris sama-sama proses yang bisa mendatangkan pengetahuan. Teori sains, misalnya, yang mendeskripsikan alam semesta bekerja bisa didapat dari penalaran empiris. Tapi, ini bukan satu-satunya sumber pengetahuan. Karena mengatakan "penalaran empiris adalah satu-satunya pengetahuan" pun tidak bisa dibuktikan secara empiris. Penalaran filosofis yang tersusun atas premis-premis yang benar pun valid mendatangkan kesimpulan yang benar. Artinya, kesimpulan keberadaan Tuhan atau Necessary Being melalui penalaran filosofis yang benar pun sesuatu yang rasional.
AI
Kamu mengemukakan bahwa penalaran filosofis adalah valid dan setara dengan penalaran empiris dalam mendatangkan pengetahuan. Itu benar, banyak hal yang kita terima sebagai pengetahuan berasal dari penalaran filosofis. Jadi, menurutmu, bagaimana kita dapat mengharmoniskan penalaran filosofis dengan penalaran empiris dalam memahami keberadaan Tuhan?
Saya
Penalaran filosofis bisa membawa kita pada kesimpulan keberadaan Tuhan yang menjadi penyebab segala sesuatu setiap saat. Penalaran empiris bisa membawa kita pada kesimpulan tentang bagaimana mendeskripsikan keteraturan dari fenomena alam yang tak lain adalah produk perbuatan Tuhan.
AI
Jadi, menurutmu, penalaran filosofis membantu kita memahami mengapa Tuhan harus ada, sementara penalaran empiris membantu kita memahami bagaimana Tuhan bekerja melalui keteraturan alam. Ini menyatukan kedua pendekatan tersebut. Bagaimana kamu menjawab orang yang merasa bahwa penalaran filosofis masih terlalu spekulatif dibandingkan dengan penalaran empiris?
Saya
Menolak penalaran filosofis bisa dilakukan dengan menolak premis-premisnya. Premis bahwa "alam semesta bersifat mungkin" dan "segala sesuatu yang mungkin butuh sebab" tidaklah spekulatif tapi justru aksiomatis. Maka, kesimpulan yang dihasilkan dari premis-premis ini pun bukanlah sesuatu yang spekulatif.
AI
Kamu berargumen bahwa premis-premis yang digunakan dalam penalaran filosofis ini bersifat aksiomatis dan bukan spekulatif. Jadi, kesimpulan yang ditarik dari premis-premis tersebut adalah logis dan dapat diandalkan. Dengan demikian, penalaran filosofis memberikan dasar yang kuat untuk menyatakan keberadaan Tuhan. Apa pandanganmu tentang pendekatan lain dalam memahami keberadaan Tuhan, seperti pengalaman mistis atau wahyu?
Saya
Pengalaman mistis adalah sesuatu yang bersifat subjektif dan tidak bisa digunakan sebagai argumen untuk meyakinkan pihak lain. Keberadaan wahyu tidak langsung bisa digunakan untuk membuktikan keberadaan Tuhan karena justru bisa jatuh pada circular reasoning: Tuhan ada karena wahyu Tuhan mengatakan begitu. Justru, keberadaan wahyu Tuhan baru bisa valid dipercaya setelah membuktikan keberadaan Tuhan terlebih dahulu.
AI
Pendekatanmu logis. Pengalaman mistis memang subjektif, dan wahyu memerlukan bukti keberadaan Tuhan sebelum dapat diandalkan. Jadi, kamu melihat penalaran filosofis sebagai dasar utama yang lebih kuat dan objektif untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Setelah membuktikan keberadaan Tuhan secara filosofis, bagaimana kita bisa melanjutkan ke langkah berikutnya untuk memahami lebih lanjut tentang sifat dan kehendak Tuhan?
Saya
Pertanyaan yang menarik. Mari kita diskusikan di lain kesempatan.
AI
Tentu, dengan senang hati. Kita bisa melanjutkan diskusi ini kapan saja. Terima kasih telah berbagi pemikiranmu!
Ingin membaca lebih detail tentang bukti rasional di balik pokok-pokok keimanan Islam? Silahkan baca buku “Logika Keimanan”
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke rekan-rekan anda: