Tuhan dan Persamaan Differensial
Apa hubungan antara persamaan differensial dan keberadaan Tuhan?
Dunia penuh dengan perubahan. Siang-malam yang silih berganti, kapal-kapal yang berlayar di lautan, hujan yang turun dari langit, tanaman yang tumbuh rimbun dari tanah, angin yang berhembus: semuanya penuh entitas-entitas yang sangat dinamis. Salah satu perangkat matematika yang digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana relasi antara entitas-entitas penyusun alam semesta yang senantiasa berubah ini dikenal sebagai persamaan differensial.
Dalam matematika, persamaan differensial adalah cabang dari kalkulus, bidang ilmu yang kerap kali dinisbatkan kepada Sir Isaac Newton dan Gottfried Leibniz. Dengan mendapatkan solusi dari suatu persamaan differensial dan mengetahui kondisi awal (initial condition) entitas-entitas dalam persamaan tersebut, kita bisa memprediksi akan seperti apa nilai entitas-entitas tadi di masa depan. Ini mengapa perkembangan bidang ilmu kalkulus, termasuk di dalamnya persamaan differensial, turut memicu revolusi sains di abad pertengahan. Misalnya: mendapatkan solusi dari persamaan dinamika dan gravitasi Newton (yang merupakan contoh persamaan differensial) akan mengantarkan kita pada fakta bahwa planet-planet bergerak dalam orbit elips, bukannya lingkaran seperti yang diyakini sebelumnya.
Bukan hanya “menebak masa depan”, berbekal persamaan differensial dan kondisi suatu variabel saat ini, kita juga bisa “berjalan mundur” dan menebak seperti apa nilai variabel tersebut di masa lalu. Ini mengapa kita bisa memprediksi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di alam semesta bahkan hingga jutaan tahun yang lalu
Lantas, apa hubungannya dengan Tuhan? Perubahan yang terjadi di alam semesta adalah tanda keberadaan Tuhan. Bagaimana bisa? Let’s take a closer look.
Kembali ke deskripsi di awal tulisan ini: dunia penuh dengan besaran yang mengalami perubahan. Perubahan ini telah terjadi sampai saat ini. Pertanyaannya: mungkin kah ia telah terjadi selama waktu yang tak terbatas? Mathematically speaking, bisa saja. Dengan persamaan differensial, bisa saja kita meng-ekstrapolasi perubahan suatu besaran terus-menerus ke masa lalu. Terkadang, melalui teorema limit, kita bahkan bisa memperkirakan nilai besaran tersebut di masa lalu yang tak berhingga!
Tapi konsep matematika tidak selalu berkaitan langsung dengan realita. Bilangan negatif atau bilangan imajiner, misalnya, tak akan pernah benar-benar kita temukan di alam semesta. Dalam konteks teorema limit, bilangan tak hingga (infinity) tidak betul-betul mendeskripsikan angka yang betul-betul tak terhingga (real infinity) tapi sebatas angka yang punya potensi untuk semakin bertambah nilainya. Bahkan, bilangan tak hingga (infinity) kerap kali mengindikasikan bahwa hukum fisika yang digunakan tak lagi bisa mendeskripsikan fenomena tersebut.
Di sini lah kita keluar dari penjelasan matematis menuju penjelasan yang lebih bersifat filosofis: waktu yang telah berlalu tanpa batas di masa lalu mustahil secara rasional karena jatuh pada kontradiksi. Tanpa batas artinya tak memiliki akhir sedangkan waktu yang telah berlalu hingga saat ini sudah pasti berakhir di saat ini. Maka, waktu yang telah berlalu tanpa batas (hingga saat ini) adalah kontradiksi yang tak mungkin eksis dalam realita.
Artinya: waktu memiliki permulaan. Maka dunia yang terikat dengan waktu pun memiliki permulaan. Pertanyaanya: Apakah mungkin ia bermula begitu saja tanpa adanya penyebab apa pun? Jawabannya: tidak mungkin, karena ketiadaan alam semesta dan keberadaannya adalah 2 hal yang sama-sama mungkin sehingga perlu ada sesuatu yang menyebabkan salah satu dari 2 kemungkinan ini berwujud. Apakah mungkin ia disebabkan oleh dirinya sendiri? Tentu saja tidak mungkin karena sesuatu yang belum ada tidak bisa melakukan apa pun. Apakah mungkin ia disebabkan sesuatu yang lain yang juga memiliki permulaan? Bisa jadi, tapi pertanyaannya pun bergeser menjadi apa yang menyebabkan permulaan si penyebab ini?
Maka, satu-satunya jalan keluarnya: bermulanya ruang-waktu disebabkan oleh Entitas yang tak memiliki permulaan. Entitas ini lah yang disebut sebagai Tuhan.
Maha Suci Ia Yang Kekal Tanpa Permulaan dan Abadi Tanpa Akhir.
Foto: Nebula tangkapan Hubble Space Telescope NASA/ESA.