Mayoritas saintis atau kosmologis di era modern ini umumnya percaya bahwa alam semesta memiliki permulaan. Adanya bukti-bukti saintifik yang kuat dalam satu abad terakhir berimplikasi pada kesimpulan bahwa alam semesta tidaklah kekal tapi memiliki permulaan. Sebagaimana saya singgung di Buku Logika Keimanan, fakta ini sebetulnya adalah premis yang sangat penting untuk membuktikan keberadaan Tuhan Yang Tak Bermula. Jika alam semesta dan seisinya memiliki permulaan, tentu saja ia butuh kepada Sesuatu yang lain untuk membuatnya ada.
Yang menarik, sebagian ilmuwan modern saat ini memiliki kesimpulan yang berbeda tentang asal-usul alam semesta. Sebagian mereka menganggap bahwa bisa saja alam semesta tercipta dengan sendirinya karena adanya hukum fisika seperti gravitasi. Bisa saja alam semesta muncul begitu saja secara spontan dari sebuah kondisi vakum yang mengikuti hukum mekanika kuantum sebagaimana partikel bisa muncul dari kondisi vakum yang memiliki fluktuasi kuantum. Jika ini benar, maka mungkin saja alam semesta bermula dari ketiadaan. Maka, bermulanya alam semesta tidak membutuhkan keberadaan Pencipta.
Argumen lain melangkah lebih jauh. Kita tidak sepenuhnya tahu bagaimana kondisi alam semesta saat awal kejadiannya. Meski saat ini kita melihat bahwa segala sesuatu yang bermula selalu memiliki penyebab, bisa jadi di awal kemunculannya hukum ini tidak berlaku sehingga alam semesta bisa bermula tanpa sebab. Ketiadaan sesuatu yang muncul tanpa sebab tidak lantas menggaransi bahwa harus selalu ada sebab di balik munculnya segala sesuatu, bukan?
Pandangan di atas bisa ditanggapi sebagai berikut.
Terkait keberatan pertama, mengatakan bahwa alam semesta bisa bermula akibat hukum gravitasi ataupun fluktuasi kuantum tidak sama dengan mengatakan bahwa alam semesta bermula dari ketiadaan. Hukum gravitasi ataupun kuantum vakum bukanlah “nothing”. Mereka adalah hukum alam yang mendeskripsikan bagaimana alam bekerja. Tapi, masalahnya, kalau alam semesta belum ada, lantas “di mana” hukum alam ini bekerja? Bagaimana bisa ada hukum yang mendeskripsikan sesuatu yang belum ada? Kalaupun ada hukum alam yang “mendahului” keberadaan alam semesta, maka hukum-hukum alam ini pun sesuatu yang mungkin karena tidak harus berbentuk seperti hukum yang ada sekarang. Artinya, keberadaan hukum gravitasi ataupun kuantum vakum tetaplah butuh sebab yang memiliki kehendak untuk menentukan hukum-hukum alam tersebut. Saya mengupas lebih dalam soal ini di buku “Logika Keimanan”.
Terkait keberatan kedua, premis bahwa “segala sesuatu yang memiliki permulaan butuh sebab” tidak dibuktikan melalui penalaran induktif atau empiris seperti yang diilustrasikan di atas. Kita tidak mengklaim bahwa alam semesta yang bermula butuh sebab berbasis pengamatan yang berulang bahwa segala sesuatu di alam yang bermula butuh sebab. Premis ini justru dibuktikan secara deduktif! Bagaimana premisnya? Mengatakan bahwa “sesuatu bermula tanpa sebab” sama dengan mengatakan bahwa “ada dua hal yang setara (yaitu keberadaan dan ketiadaan) tapi sekaligus tidak setara (karena keberadaan unggul alih-alih ketiadaan)”. Meyakini premis ini berimplikasi pada kontradiksi yang melanggar hukum logika, yaitu hukum identitas: sesuatu yang setara secara rasional pasti berbeda dengan sesuatu yang tidak setara. Ini yang dimaksud Imam Sanusi dalam karya beliau, Syarh Aqidah Kubro, bahwa sesuatu yang bermula tanpa sebab berimplikasi pada:
كان احد الامرين المتساويين مساويا لذاته راجحا لذاته
Adanya salah satu dari dua hal yang setara secara bersamaan bersifat setara in itself (bukan karena sebab lain) sekaligus unggul (tidak setara) in itself (bukan karena sebab lain).
Premis lain yang bisa digunakan adalah sebagai berikut: mengatakan bahwa “sesuatu bermula tanpa sebab” sama dengan mengatakan bahwa pada titik permulaan alam semesta ada dua kondisi yang saling bertentangan pada saat yang bersamaan, yaitu “keberadaan setara dengan ketiadaan” dan “keberadaan tidak setara (unggul) dari ketiadaan”. Ini melanggar hukum logika, yaitu non-kontradiksi. Ini yang dimaksud Imam Sanusi dalam karya beliau, Syarh Aqidah Sughro ketika menjelaskan mengapa mustahil secara rasional sesuatu bisa bermula tanpa sebab, karena berimplikasi pada:
اجتماع امرين متنافيين ، وهما الاستواء والرجحان بلا مرجح
Berkumpulnya dua hal yang kontradiktif, yaitu kesetaraan dan ketaksetaraan tanpa sebab.
Sebagai catatan, premis-premis di atas dibangun dengan asumsi bahwa ketiadaan memang setara dengan keberadaan, karena sama-sama sesuatu yang mungkin. Sebagian teolog berpandangan bahwa ketiadaan adalah kondisi default. Artinya, peluangnya justru lebih besar dari keberadaan. Maka, ketika sesuatu yang unggul (default), yaitu ketiadaan, digantikan oleh kondisi non-default, yaitu keberadaan, tentu saja ini justru “lebih” membutuhkan sebab.
Kesimpulannya: mustahil secara rasional (mustahil aqlan) sesuatu bermula tanpa sebab. Artinya, alam semesta yang bermula pasti butuh Sesuatu Yang Tak Bermula, yaitu Tuhan Yang Maha Pertama sebagaimana sifat Tuhan yang dijelaskan dalam hadits Nabi shallahu alayhi wa sallam:
اللهم أنت الأول فليس قبلك شيء، وأنت الآخر فليس بعدك شيء،
Ya Allah, Engkau Yang Maha Pertama, tak ada apa pun sebelum-Mu. Dan Engkau Yang Maha Akhir, tak ada apa pun setelah-Mu.
Wallahu a'lam.
Ingin membaca lebih detail tentang bukti rasional di balik pokok-pokok keimanan Islam? Silahkan baca buku “Logika Keimanan”
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke rekan-rekan anda: