Rekomendasi Buku tentang Islam dan Sains
Belum lama ini, saya ditanya seorang kawan: adakah rekomendasi buku tentang sains dalam Islam? Meski saya kerap membaca tentang topik tersebut, surprisingly, saat itu saya tidak langsung bisa menjawab pertanyaan ini. Tidak ada satu buku yang langsung muncul di kepala sehingga bisa langsung saya rekomendasikan. Looking back now, ada beberapa faktor yang membuat saya waktu itu berpikir cukup lama sebelum menjawab.
Yang pertama, “sains dalam Islam” atau “sains dan Islam” adalah topik yang sangat luas dan bisa dilihat dari berbagai perspektif. Kita bisa menggunakan istilah-istilah ini untuk merujuk setidaknya kepada topik-topik berikut:
bagaimana sains alam berkembang di era peradaban Islam dari perspektif historis, termasuk apa kontribusi ilmuwan-ilmuwan Muslim kepada perkembangan sains,
bagaimana perkembangan ilmu-ilmu khas Islam sendiri sebagai disiplin ilmu, seperti filsafat hukum Islam (ushul fiqih), hukum Islam (fiqih), hadits, ilmu Al-Qur’an (ulumul Qur’an), dan lain-lain, atau
bagaimana memposisikan sains dalam kerangka teologis tentang relasi Tuhan dan alam semesta, termasuk apakah keimanan dalam Islam bisa menghambat perkembangan sains dan apakah perkembangan sains mengancam pokok-pokok keimanan.
Bisa dilihat bahwa topik-topik di atas memiliki pembahasan masing-masing yang sangat spesifik sehingga seulit menemukan satu buku yang meng-cover semuanya sekaligus.
Yang kedua, jika yang dimaksud adalah bagaimana Islam merespons klaim adanya pertentangan antara agama dan sains, tidak sangat banyak literatur yang spesifik membahas hal ini, setidaknya jika dibandingkan dengan literatur yang fokus membahas agama Kristen misalnya. Kalaupun ada yang membahas tentang relasi antara pokok-pokok keimanan Islam dan sains, sebagian besar justru mengadopsi literatur-literatur Kristiani tentang topik agama dan sains yang kemudian “dibungkus” secara instan sebagai “Islam dan sains” tanpa mempertimbangkan adanya perbedaan-perbedaan teologis antara Islam dan Kristen. Contoh sederhananya adalah karya-karya Harun Yahya tentang evolusi yang banyak mengambil literatur gerakan kreasonis Amerika.
Mengapa jarang muncul buku spesifik yang membahas secara mendalam tentang topik tersebut? Karena “konflik” antara agama dan sains bukanlah sesuatu yang muncul dalam konteks sejarah peradaban Islam. “Konflik” tersebut mengemuka terutama dalam konteks peradaban Eropa di mana gereja, yang saat itu banyak mengadopsi dan mengintegrasikan natural philosophy ala Aristoteles untuk mendukung doktrin agama serta menafsirkan kitab suci, mendapat perlawanan dari para ilmuwan yang melihat inkonsistensi antara teori-teori Aristoteles dengan observasi. “Konflik” serupa juga muncul di abad ke-19, terutama dengan munculnya teori evolusi Darwin. Betul bahwa dalam sejarah peradaban Islam ada juga “konflik-konflik” yang mungkin bisa dianggap sebagai ketegangan antara kaum agamawan dan kaum rasional, seperti peristiwa mihnah yang mempertentangkan antara teolog-teolog Mu’tazilah (yang identik dengan kalangan rasional) dengan ulama-ulama Sunni (yang identik dengan kalangan tekstual). Ada juga “konflik” antara Al-Ghazali dengan para filsul Muslim seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi yang sering dianggap pertentangan antara ortodoksi dan filsafat, termasuk filsafat alam atau sains. Tetapi, arguably, peristiwa-peristiwa ini tidak lah sebesar “konflik” gereja dan para ilmuwan abad pertengahan seperti Galileo yang cukup drastis mengubah lanskap pemikiran di era itu tentang relasi agama dan sains.
‘Ala kulli hal, terlepas dari faktor-faktor di atas, setelah berpikir agak lama, saya pun “berhasil” merekomendasikan beberapa judul kepada kawan saya tadi. Sebagian judul-judul itu melihat topik “Islam dan sains” dari kaca-mata historis sedangkan sebagian lagi fokus pada persoalan fiolosofis dan teologis. Selain itu, saya sengaja memilih buku-buku berbahasa Inggris atau yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sehingga lebih terjangkau dibandingkan literatur berbahasa Arab. Berikut daftar yang saya berikan.
Science and Islam, Muzaffar Iqbal, Greenwood Press
Buku yang satu ini fokus membahas bagaimana relasi antara agama dan sains dari perpektif historis, mulai dari era kenabian, era kekhalifahan Islam, era kolonial, hingga era modern. Dengan gaya penulisan yang enak dibaca, Iqbal memaparkan bagaimana relasi antara tradisi intelektual Islam dan sains adalah sesuatu yang dinamis dan berkembang seiring perkembangan zaman.
Yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana Iqbal memperlihatkan bahwa cara Muslim memandang fenomena alam sebagai sesuatu yang memiliki keteraturan dan mengikuti “hukum” tertentu sangat dipengaruhi oleh ajaran Qur’an yang melihat alam sebagai tanda keberadaan Tuhan yang Maha Mengatur dan Bijaksana. Iqbal juga menjelaskan bagaimana tuntutan agama, seperti kebutuhan mengetahui waktu sholat ataupun lokasi kiblat serta perhitungan waris, berkontribusi besar terhadap perkembangan ilmu-ilmu alam seperti astronomi, geografi, dan matematika. Membaca buku ini juga membuat kita mengenal tokoh-tokoh kunci dalam perdebatan Islam dan sains sepanjang sejarah.
Islamic Science and the Making of European Renaissance, George Saliba, MIT Press
Sering kita mendengar bahwa Muslim dan peradaban Islam hanya dianggap sebagai “tempat lewat” saja bagi ilmu pengetahuan yang awal berkembang di era Yunani sebelum kemudian dilanjutkan di Eropa. Selain itu, tidak jarang juga kita mendengar bahwa ilmu pengetahuan berkembang pesat di era peradaban Islam sampai Al-Ghazali muncul dan membungkam kemajuan pengetahuan serta membela doktrin ortodoksi Islam. Dua hal ini adalah sebagian klaim yang dipatahkan George Saliba dalam buku ini.
Fokus pada perkembangan ilmu astronomi, Saliba memperlihatkan bagaimana para ilmuwan Muslim seperti Nasiruddin at-Tusi, ibn Al-Shatir, ash-Shirazi, dan al-Urdi berkontribus besar dalam mengkritisi dan memperbaiki model geosentris yang disusun Ptolomeus. Beberapa tools matematika seperti Tusi Couple pun mereka kembangkan dan kemudian digunakan oleh para astronom Eropa di era Copernicus. Melalui bukti-bukti primer, Saliba menunjukkan bagaimana kemunculan teori heliosentris Copernicus sangat dipengaruhi oleh kontribusi para astronom Muslim ini. Yang juga tak kalah penting, kemajuan astronomi di era Islam ini justru muncul dan berkembang pesat setelah era Al-Ghazali sehingga menggugurkan teori yang menganggap Al-Ghazali penyebab kemunduran ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam.
Tahafut al-Falasifah (The Incoherence of The Philosophers), Abu Hamid Al-Ghazali, Brigham Young University
Bicara tentang Islam dan sains, rasa-rasanya tidak lah lengkap jika buku ini tidak kita bahas. Sebagaimana saya singgung sebelumnya, Al-Ghazali sering sekali dianggap menjadi tokoh di balik kemunduran sains di dunia Islam. Karyanya, Tahafut al-Falasifah, yang dianggap mengkritik keras “filsafat” membuat umat Islam memilih doktrin ortodoks dibandingkan rasionalitas. Tapi, apa sebetulnya yang ditulis Al-Ghazali?
Dalam buku ini, Al-Ghazali tidak mengkritik “filsafat”, apalagi filsafat alam yang kemudian berkembang menjadi sains modern. Beliau tidak juga menkritik “filsuf” secara umum. Yang menjadi sasaran kritik beliau adalah spesifik kepada pandangan filosofis khusus yang berkembang di dunia Muslim saat itu, yang dipelopori oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina. Pandangan yang dikritik Al-Ghazali ini mengadopsi neo-platonisme yang bukan saja bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam tapi juga, menurut Al-Ghazali, tidaklah terbebas dari inkonsistensi menurut standar filsafat sendiri. Maka, menganggap Al-Ghazali “anti filsafat” berbasis buku ini sangatlah absurd karena justru Al-Ghazali sendiri membangun argumennya dengan filsafat.
Khusus berkaitan dengan sains sendiri, dalam pengantarnya Al-Ghazali memaparkan secara eksplisit bagaimana ilmu saintifik seperti astronomi yang digunakan untuk memprediksi gerhana di era beliau adalah ilmu yang valid dan terpercaya. Bahkan, beliau mengkritisi kalangan yang menolak teori sains secara serampangan dan menyebutnya sebagai “musuh agama”. Membaca buku ini bagi pemula mungkin tidak mudah, karena memang buku ini ditulis dalam konteks spesifik dan memuat istilah-istilah yang mungkin tidak lagi familiar di era modern ini. Tetapi, minimal memahami kerangka berpikir Al-Ghazali di buku ini penting untuk memahami bagaimana relasi antara pokok-pokok keimanan Islam dan ilmu pengetahuan.
Islam and Evolution: Al-Ghazālī and the Modern Evolutionary Paradigm, Shoaib Ahmad Malik, Routledge
Bicara soal agama dan sains, mau tidak mau topiknya harus memuat tentang teori evolusi. Sejak kemunculannya, teori evolusi Darwin dianggap menjadi “ancaman” bagi kepercayaan akan Tuhan dan khususnya kebenaran wahyu Tuhan yang seperti mengindikasikan penciptaan manusia tanpa melalui proses natural. Sebagian kalangan memilih menolak teori evolusi sepenuhnya karena mempercayai makna tekstual kitab suci sedangkan sebagian lain menerima teori ini sepenuhnya sambil menafsirkan teks kitab suci untuk mendukung teori ini. Dalam buku ini, Shoaib hendak bertanya: jika seorang Muslim tetap mengimani pokok-pokok keimanan dan penafsiran Al-Qur’an sebagaimana difahami kalangan Sunni, khususnya Al-Ghazali, sampai sejauh mana ia bisa tetap menerima teori evolusi? Yang paling menarik dari buku ini adalah Shoaib menganalisa relasi antara Islam dan evolusi dari berbagai aspek: dari sisi saintifik, filosofis-teologis, hingga penafsiran teks kitab suci. Lebih dalam tentang buku ini bisa dilihat di tulisan saya berikut.
The Height of Prophet Adam: At the Crossroads of Science and Scripture, Muntasir Zaman, Beacon Books
Bagaimana sikap Muslim saat membaca sebuah teks hadits yang termuat dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang makna literalnya seperti bertentangan dengan temuan sains atau teori saintifik? Buku ini mencoba menjawab persoalan tersebut. Awalnya, Muntasir Zaman fokus pada sebuah hadits yang mengindikasikan bahwa tinggi Nabi Adam alayhissalam adalah 60 hasta. Persoalannya, pandangan ini tidak didukung bukti empiris, arkeologis, dan biologis: bukan hanya tidak ada fosil manusia “raksasa” tapi keberadaannya dengan fisiologi yang sama persis dengan manusia normal juga tidak mungkin secara saintifik. Setelah menyelam masuk ke dalam displin ilmu hadits dan membahas bagaimana ulama’-ulama’ terdahulu seperti Ibnu Hajar al-Asqolani mengkritisi teks hadits tersebut, Muntasir juga masuk ke pembahasan yang lebih umum, yaitu seperti apa metodologi yang tepat ketika Muslim mendapati pertentangan antara makna literal teks dan temuan ilmiah dari perpsketif banyak ulama’ Muslim seperti Ar-Razi dan Ibnu Taymiyyah.
Catatan Akhir
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa buku-buku bagus tentang Islam dan sains tidak terbatas pada judul-judul di atas. Banyak karya-karya lain yang juga tidak kalah menarik. Semoga saya berkesempatan membahasnya di tulisan lainnya. Membaca bagaimana respons kawan-kawan Kristiani dalam memandang relasi agama dan sains juga penting untuk diketahui kalangan Muslim. Bukan untuk langsung ditiru begitu saja, menimbang perbedaan teologis antara kedua agama, tetapi untuk menambah perspektif dan wawasan kita. Terakhir, perdebatan soal relasi Islam dan sains tidak bisa lepas dari pemahaman teologis. Karenanya, pembaca yang ingin membaca lebih jauh sangat saya rekomendasikan untuk terlebih dahulu mempelajari dasar-dasar teologi Islam termasuk bukti-bukti rasional yang dipaparkan para teolog Muslim. Topik ini bisa dipelajari melalui karya-karya aqidah Islam seperti Aqidatul Awwam, Aqidah Sanusiyyah, dan karya-karya teologis lain melalui panduan guru yang baik.