Keteraturan Alam Menandakan Tuhan Sengaja Tidak Mengintervensi?
Salah satu pandangan yang belakangan cukup populer adalah kepercayaan pada Entitas Pencipta alam semesta yang menjadi “penggerak pertama” bagi alam semesta dan membiarkan alam bekerja dengan sendirinya. Tuhan bagi kalangan ini memang Entitas yang menciptakan alam semesta di titik permulaannya, tapi hanya sebatas itu. Ia dianggap tak ikut campur lagi pada alam semesta yang telah Ia ciptakan. Bagaimana pandangan ini menjadi populer? Secara historis, pandangan deistik ini muncul pasca diformulasikannya Hukum Mekanika Newton. Meskipun Newton sendiri bukanlah seorang deist, tapi seorang teis yang dengan penuh kesadaran mempercayai intervensi Tuhan setiap saat, banyak tokoh setelahnya mulai menganggap bahwa alam bersifat mekanistik, bisa bekeja secara otonom tanpa intervensi ilahiah apa pun. Simon Pierre Laplace, salah satu ilmuwan abad pertengahan, sampai berkata bahwa “I don't need that hypothesis,” yang dipercaya mengacu pada intervensi Tuhan.
Kita pernah membahas mengapa Tuhan bukan sekedar “penggerak pertama” yang menciptakan alam semesta di awalnya saja. Fakta bahwa segala sesuatu di alam semesta bersifat mungkin setiap saat mengindikasikan bahwa alam semesta butuh kepada Entitas Yang Wajib setiap saat juga. Ini mengindikasikan bahwa Tuhan harus selalu aktif menjadi sebab bagi keberadaan alam semesta itu sendiri. Tapi, pertanyaannya, bukankah Tuhan Maha Kuasa? Kalau begitu, tentu Ia bisa memilih untuk tidak mengintervensi, bukan? Ia Maha Kuasa untuk “mengundurkan diri” dari ciptaan-Nya, bukan? Kalau manusia saja bisa menciptakan mesin yang bisa bekerja secara otonom, mengapa Tuhan tidak bisa? Kita akan membahas terkait poin tersebut di tulisan ini.
Klaim utama pandangan ini adalah keteraturan alam yang senantiasa terjadi berimplikasi bahwa tidak ada intervensi Tuhan pada alam semesta. Tapi, benarkah demikian? Let say, keteraturan selalu terjadi. Fenomena A selalu diikuti fenomena B kapan pun dan di mana pun. Apakah berbekal fakta ini saja, kita bisa membedakan secara rasional bahwa Tuhan tidak mengintervensi? Jawabannya: tidak! Berbekal keteraturan saja, bisa saja: (1) fenomena A bekerja menghasilkan fenomena B, atau (2) kedua fenomena sama-sama diciptakan langsung sebagai intervensi langsung dari Tuhan. Outcome-nya sama di sisi kita, tapi dua kemungkinan itu sama-sama bisa terjadi. Sebagai ilustrasi, bayangkan kita adalah orang buta. Setiap hari, ada orang baik yang memberi kita makanan. Tanpa penglihatan, bisakah kita menyimpukan hanya dari keteraturan saja bahwa bukan orang tersebut yang memberikan makanan kepada kita setiap hari tetapi robot yang ia buat? Tentu saja tidak bisa!
Tapi, counter argument-nya tidak berhenti di sini saja. Let say, memang betul keteraturan berimplikasi ketiadaan intervensi. Masalahnya, keteraturan tidak bisa digaransi selalu terjadi. Kita hanya menganggap keteraturan terjadi berbasis pengalaman bahwa selama ini ia memang selalu terjadi. Ini adalah jenis argumentasi induktif, yang berusaha menggeneralisasi suatu fenomena dari observasi terbatas dan tidak bisa menghasilkan kesimpulan yang pasti. Percaya pada kepastian argumentasi induktif karena argumentasi induktif selalu terjadi pun adalah jenis argumentasi induktif itu sendiri. Karena keteraturan tidak bisa digaransi selalu terjadi, maka ketiadaan intervensi pun sama-sama tidak bisa digaransi.
Tapi, tidakkah Tuhan dengan Kekuasaan-Nya bisa menciptakan alam yang bekerja secara mandiri? Pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan sejenis berkaitan Kekuasaan Tuhan (seperti bisakah Tuhan menciptakan batu yang tak bisa Ia angkat) muncul dari kesalahpahaman tentang konsep Kekuasaan Tuhan. Sebagaimana saya paparkan secara detail di buku “Logika Keimanan”, Kekuasaan Tuhan adalah sifat-Nya yang berkaitan dengan kemampuan untuk mewujudkan segala sesuatu yang mungkin secara rasional. Fakta ini kita dapatkan langsung saat membuktikan keberadaan Sifat Kekuasaan itu sendiri: fakta bahwa alam semesta bermula dari ketiadaan mengindikasikan bahwa Tuhan disifati dengan Kekuasaan untuk menjadikan terwujudnya satu kemungkinan (semisal keberadaan alam semesta) di antara beragam kemungkinan yang lain. Poin pentingnya: Kekuasaan berkaitan dengan wujudnya satu di antara beragam kemungkinan, bukan sesuatu yang mustahil secara rasional. Maka, menanyakan apakah Tuhan Maha Kuasa menciptakan sesuatu yang mustahil secara rasional (seperti segitiga yang sekaligus persegi) adalah pertanyaan yang keliru.
Begitu juga dengan pertanyaan di atas. Alam yang bekerja secara mandiri sama dengan ciptaan yang tak butuh pencipta. Mengatakan bahwa mungkin saja ada alam yang bekerja tanpa intervensi Tuhan sama saja mengatakan ada sesuatu yang mungkin sekaligus tidak butuh pada Sesuatu Yang Wajib. Ini mustahil karena wujudnya satu kemungkinan di antara kemungkinan lain yang setara tanpa adanya Penentu sama saja dengan mengatakan bahwa sesuatu yang setara sejatinya tidaklah setara. Ini kontradiksi. Ini sama mustahilnya dengan klaim bahwa alam semesta bisa saja bermula tanpa penyebab. Artinya, mustahil alam semesta bekerja tanpa Tuhan sehingga Kekuasaan Tuhan pun mustahil mewujudkannya.
Maha Suci Ia yang Maha Hidup dan senantiasa Mengatur segala ciptaan-Nya.
Ingin membaca lebih detail tentang bukti rasional di balik pokok-pokok keimanan Islam? Silahkan baca buku “Logika Keimanan”.
Jika ingin mentraktir kopi penulisnya, silahkan klik di sini.
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke rekan-rekan anda: