Menjawab Pertanyaan Terbesar dalam Hidup
Dari mana kita? Mau ke mana kita? Bagaimana menjalani hidup?
Bayangkan kita terbangun dari tidur. Kita berada di dalam sebuah kereta yang melaju kencang. Kita tidak tahu bagaimana bisa ada di sana. Kita tidak tahu akan ke mana kereta menuju. Kita tidak tahu apa yang harus kita perbuat selama perjalanan. Apa yang akan kita lakukan? Seorang yang rasional tentu akan berusaha keras mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ilustrasi di atas digunakan oleh Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy dalam karya beliau, Kubra Yaqiniyyat al-Kauniyah, untuk mengilustrasikan hidup ini. Sejatinya, hidup kita tidak berbeda dengan perjalanan naik kereta di atas. Pada suatu waktu di masa lalu, kita mulai sadar bahwa kita ada. Maka, kemudian wajar ketika kita bertanya:
Dari mana aku berasal?
Mau ke mana aku akan menuju?
Apa tujuan hidupku?
Bagaimana mencapai tujuan hidup itu?
Pertanyaan pertama, “Dari mana aku berasal?” bisa dijawab secara rasional. Melalui pengamatan indra, kita bisa menyimpulkan adanya alam semesta. Maka, kemungkinan adanya alam semesta, alih-alih ketiadaannya, membutuhkan kepada Sesuatu untuk menjadikannya ada. Sesuatu ini adalah Necessary Being, yang kita sebut sebagai Tuhan. Maka, kita sebagai bagian alam semesta pun tidak lain adalah makhluk ciptaan Tuhan. Artinya, kita semua berasal dari Tuhan. Tapi, seperti apa Tuhan yang menciptakan kita tidak sepenuhnya bisa kita tahu hanya dari rasionalitas semata.
Pertanyaan lainnya tidak bisa kita jawab hanya berbekal akal dan indra saja. Satu-satunya cara bagi kita untuk mendapatkan jawaban adalah jika Sang Pencipta mengirimkan jawaban-jawaban itu untuk kita. Inilah fungsi risalah, kenabian. Ini lah hikmah di balik keputusan Tuhan untuk mengirimkan utusan-Nya kepada umat manusia. Saat seseorang betul-betul utusan Tuhan, dengan bukti mu’jizat yang hanya bisa terjadi atas kehendak Tuhan dan tak bisa direplikasi oleh para penentangnya, maka apa pun yang disampaikannya tidak lain adalah pesan dari Tuhan. Ini lah yang terjadi saat Rasulullah Muhammad shallahu ‘alayhi wa sallam menyampaikan pesan Tuhan berupa Al-Qur’an kepada umatnya.
Lalu, apa jawaban Tuhan dalam Al-Qur’an atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial tadi? Yang menarik, jawaban atas seluruh pertanyaan eksistensial di atas terjawab dalam pembukaan Al-Qur’an, yang disebut Ummul Kitab karena merangkum seluruh kandungan Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Fatihah.
Ketika Tuhan berfirman, Segala puji bagi Allah, Tuhan Pemelihara sekalian alam, kesimpulan rasional bahwa kita berasal dari Tuhan terkonfirmasi. Ketika Tuhan berfirman, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kita diberi tahu seperti apa Tuhan yang menciptakan kita. Ini menjawab pertanyaan pertama, tentang asal-muasal kita.
Ketika Tuhan berfirman, Yang Menguasai hari pembalasan, kita diberi tahu bahwa hidup kita tidak lain adalah perjalanan menuju kehidupan setelah kematian. Di sana lah Tuhan akan mengadili seluruh umat manusia atas perbuatan mereka semasa hidup di dunia. Ini menjadi jawaban atas pertanyaan kedua, tentang ke mana kita akan menuju.
Ketika Tuhan berfirman, Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan, kita diberi tahu bahwa tujuan hidup tak lain adalah menjadi hamba Tuhan lewat pengabdian dan ibadah yang murni hanya kepada-Nya. Ini menjawab pertanyaan ketiga tentang tujuan kita diciptakan. Tapi, bagaimana cara mengabdi kepada Tuhan?
Tuhan menjelaskan, Tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Artinya: ada “jalan” yang akan membawa kita menuju penghambaan kepada Tuhan. Jalan yang seperti apa? Firman Tuhan: Jalan orang-orang yang Engkau beri ni’mat. Artinya: kita bukan orang pertama yang meniti jalan ini. Jalan ini telah dilalui oleh banyak orang sebelum kita: para Nabi dan Rasul, serta para Kekasih Tuhan, dari awal penciptaan manusia hingga saat ini. Maka, satu-satunya cara untuk melalui jalan ini adalah dengan mengikuti tuntunan (Sunnah) Nabi dan orang-orang shalih pendahulu kita.
Apakah ada jalan yang keliru? Firman Tuhan: Bukan jalan orang-orang yang dimurkai. Ini adalah jalan orang-orang yang mengetahui dengan akalnya kebenaran tentang Tuhan dan Utusan-Nya tapi tak mau mengikutinya. Bukan juga jalan orang-orang yang tersesat. Ini adalah jalan orang-orang yang tak mau menggunakan akalnya untuk mencari kebenaran tentang Tuhan dan Utusan-Nya. Ini melengkapi jawaban atas pertanyaan keempat dan terakhir tentang bagaimana menjalani hidup untuk memenuhi tujuan penciptaan kita.
Maka, tidak heran jika Tuhan memilih Surat Al-Fatihah untuk dibaca dalam setiap ibadah harian kita, yaitu sholat. Agar setiap harinya kita selalu ingat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan terpenting dalam hidup kita. Agar kita selalu ingat bahwa kereta kehidupan yang kita naiki terus melaju tanpa berhenti hingga kita sampai di akhir perjalanan kita.