Mengapa Hanya Muhammad Nabi yang Disebut dalam Syahadat?
Bukankah Muslim juga mengimani Nabi-Nabi yang lain?
Salah satu pertanyaan yang pernah diajukan seorang penjual ayam saat saya di UK dulu masih berkaitan dengan kalimat syahadat seperti pertanyaannya yang lain. Kalau di tulisan lain saya menulis tentang pertanyaannya terkait alasan syahadat ketuhanan tidak cukup dan masih harus ada syahadat Rasul, di tulisan ini saya ingin bercerita tentang pertanyaannya yang spesifik terkait syahadat Rasul: mengapa hanya ada nama Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam di sana. Padahal, Muslim juga mengimani seluruh Nabi yang lain. Bahkan, Muslim juga percaya bahwa semua Nabi-Nabi terdahulu pun tak lain juga menyampaikan ajaran Islam dari Tuhan yang sama. Lantas, mengapa pintu masuk ke agama Islam hanya dibatasi dengan pengakuan atas kenabian Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam saja?
Menanggapi pertanyaan di atas bisa kita tinjau dari banyak sisi. Pertama, bagaimana kita tahu validitas kenabian seseorang? Di beberapa tulisan di blog ini, saya pernah menyampaikan bahwa keimanan dimulai dari pembuktian rasional adanya Tuhan, Dzat yang Maha Kuasa yang mengatur alam semesta dan seisinya. Saat keberadaan Tuhan yang Berkuasa dan Esa bisa dibuktikan, barulah validitas kenabian bisa dibuktikan melalui mu'jizat, yaitu peristiwa di luar regularitas alam yang membersamai dan mendukung klaim kenabian dan tak bisa ditiru oleh siapa pun. Fakta kemahakuasaan dan keesaan Tuhan mengharuskan kita sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan lah yang menciptakan mu'jizat dan peristiwa tersebut tak lain adalah konfirmasi Tuhan tentang kebenaran klaim kenabian. Saat ini terjadi, maka esensinya, semua yang disampaikan Nabi adalah pesan Tuhan yang bersifat pasti kebenarannya.
Ini yang terjadi dalam sejarah pada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Ada begitu banyak saksi sejarah yang menyaksikan begitu banyak fenomena di luar regularitas selama hidup beliau. Detail soal ini cukup panjang dan bisa dibaca lebih lengkap di buku Logika Keimanan. Saat terkonfirmasi terjadi mu’jizat yang mendukung klaim kenabian beliau, maka semua yang beliau sampaikan tak lain adalah pesan Tuhan. Ini mencakup klaim adanya Nabi-Nabi terdahulu sebelum beliau yang menyampaikan pesan ketuhanan yang sama, bahwa mereka semua utusan Tuhan Yang Maha Esa, yang diutus membawa syari’at Tuhan sebagai pedoman hidup umatnya, dan akan ada hari pembalasan sesudah kematian. Maka, sejatinya iman kepada Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mencakup iman kepada seluruh Nabi dan Rasul karena beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir dan pesan utama yang beliau bawa sama dengan pesan utama seluruh Nabi dan Rasul sebelum beliau. Ini yang diindikasikan oleh Imam Sanusi dalam Ummul Barohin:
وأما قولنا محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم فيدخل فيه الإيمان بسائر الأنبياء والملائكة والكتب السماوية واليوم الآخر لأنه عليه الصلاة والسلام جاء بتصديق جميعِ ذلك كله،
“Sedangkan perkataan kami “Muhammadun Rasulullah”, shalawat dan salam atasnya, maka termasuk di dalamnya iman kepada seluruh Nabi, malaikat, kitab suci, dan hari akhir, karena beliau, shalawat dan salam atasnya, datang dengan membenarkan seluruh poin-poin ini.”
Pengkhususan keimanan pada Rasulullah juga menjadi masuk akal karena memang audiens pertama umat ini hanya melihat langsung beliau saja, bukan Nabi dan Rasul lain sebelum beliau. Maka, kepercayaan mereka pada Nabi dan Rasul terdahulu yang tak mereka saksikan secara langsung sejatinya bergantung pada kepercayaan mereka pada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Alasan rasional lainnya adalah fakta bahwa beliau membawa syari'at Tuhan yang terakhir yang menghapus seluruh syari’at sebelumnya serta fakta bahwa syari’at beliau berlaku untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Ini berbeda dengan Nabi dan Rasul sebelumnya yang hanya diutus untuk umatnya saja. Maka, sejak diutusnya beliau, tidak sah keimanan seseorang, bahkan dari umat Nabi terdahulu sekalipun, tanpa mengimani beliau shallallahu 'alaihi wasallam karena penolakan pada utusan Tuhan sejatinya sama dengan menolak Kekuasaan Tuhan itu sendiri. Fakta-fakta di atas menunjukkan begitu komprehensifnya makna yang terkandung dalam syahadat Rasul. Poin ini yang juga disinggung Imam Sanusi dalam Ummul Barohin:
ولعلها لاختصارها مع اشتمالها على ما ذكرناه جعلها الشرع ترجمة على ما في القلب من الإسلام ولم يقبل من أحد الإيمان إلا بها
“Barangkali atas dasar singkatnya kedua kalimat ini beserta sempurnanya kandungannya yang telah kami sampaikan, syari’at menjadikannya perwujudan atas apa yang ada di dalam hati, yaitu Islam, dan tidaklah sah iman seseorang kecuali dengannya.”
Kedua, bahkan dengan fakta-fakta rasional di atas, esensinya pemilihan nama Rasulullah sebagai bagian dari syahadat Rasul adalah bagian dari syari’at yang bebas ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Berkehendak dan Ia tidak ditanya atas apa yang Ia perbuat. Tetapi, perbuatan Tuhan selalu penuh dengan hikmah. Salah satu hikmah di balik penyebutan nama beliau dalam syahadat Rasul, beriringan dengan syahadat ketuhanan, adalah indikasi nyata mulianya kedudukan beliau shallallahu 'alaihi wasallam di sisi Allah. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah ciptaan terbaik dan hamba-Nya yang terkasih di antara semua hamba-Nya yang lain, seperti bait Imam Al-Laqqani:
وَ أَفْضَلُ الْخَلْقِ عَلَى الْإِطْلَاقِ نَبِيُّنَا فَمِلْ عَنِ الشِّقَاق
“Dan ciptaan yang terbaik secara mutlak. Ialah Nabi kita, maka jauhilah perselisihan!”
Maka, sungguh beruntungnya kita diberi kesempatan menjadi bagian dari umat beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Semoga kita senantiasa teguh mengikuti Sunnah beliau hingga akhir hayat kita kelak.
Ingin membaca lebih detail tentang bukti rasional di balik pokok-pokok keimanan Islam? Silahkan baca buku “Logika Keimanan”
Jika tulisan ini bermanfaat, silahkan bagikan ke rekan-rekan anda: