Jenis-Jenis Negasi Keesaan Tuhan
Mengapa meyakini kausalitas natural berujung pada penyekutuan Tuhan
Keberadaan Tuhan, disifati sebagai Wajib al-Wujud atau Necessary Being, yang dibuktikan dari sifat alam semesta yang mungkin memiliki konsekuensi bagi seorang Muslim. Fakta bahwa Tuhan adalah Necessary Being mengindikasikan bahwa hanya Ia lah Dzat yang tak butuh apa pun sedangkan segala sesuatu selain-Nya bersifat mungkin dan bergantung sepenuhnya pada-Nya. Kesimpulannya: hanya Tuhan lah Dzat yang layak disembah. Ini lah saripati dari kalimat syahadat pertama, yaitu menegasikan adanya entitas selain Tuhan yang layak dipertuhankan. Gagal mengesakan Tuhan di sini akan membuat seseorang jatuh pada penyekutuan Tuhan atau yang dikenal sebagai syirik.
Pertanyaannya: apa saja kepercayaan-kepercayaan yang berimplikasi penyekutuan keesaan Tuhan? Dalam karya beliau Al Muqaddimat, Imam Sanusi menulis enam pokok kepercayaan yang termasuk ke dalam penyekutuan Tuhan (syirk).
Yang pertama, syirk istiqlal, terjadi ketika seseorang meyakini adanya Tuhan lain selain Allah yang sama-sama bersifat independen. Imam Sanusi mencontohkan kepercayaan Majusi, yang percaya adanya Entitas Ilahiah yang menciptakan kebaikan dan Entitas Ilahiah lain yang bertanggung jawab pada keburukan.
Yang kedua, syirk tab'id, terjadi ketika Entitas Tuhan tersusun atau terbagi atas Tuhan-Tuhan lain. Imam Sanusi mencontohkan kepercayaan Nasrani.
Yang ketiga, syirk taqrib, terjadi ketika seseorang menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sesembahan demi mendekatkan diri kepada Allah. Imam Sanusi mencontohkan kepercayaan bangsa Arab di era jahiliyah generasi awal.
Yang keempat, syirk taqlid, terjadi ketika seseorang menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sesembahan karena mengikuti kepercayaan orang lain secara membabi buta tanpa bukti apa pun. Imam Sanusi mencontohkan kepercayaan bangsa Arab di era jahiliyah generasi akhir.
Yang kelima, syirk asbab, terjadi ketika seseorang menganggap bahwa sebab-sebab natural betul-betul menghasilkan akibat dengan sendirinya. Imam Sanusi mencontohkan kepercayaan sebagian filsuf dan ilmuwan di era beliau yang menisbatkan fenomena kausalitas yang teramati di alam pada sebab-sebab natural.
Yang keenam, syirk al-aghradh, ketika seseorang mengerjakan sesuatu untuk selain Allah.
Imam Sanusi kemudian menjelaskan bahwa empat jenis syirik pertama otomatis mengeluarkan seseorang dari agama Islam sedangkan jenis syirik terakhir adalah perbuatan dosa yang tak mengeluarkan seseorang dari agama Islam.
Yang menarik, beliau menjelaskan klasifikasi untuk kasus kelima, yaitu syirk asbab. Ketika seseorang percaya sebab-sebab natural betul-betul menghasilkan akibat dengan sendirinya karena karakteristik tertentu yang ada pada fenomena alam tersebut tanpa campur tangan Tuhan, di sini lah ia telah keluar dari Islam. Sedangkan ketika seseorang percaya bahwa sebab-sebab natural menghasilkan akibat karena adanya kemampuan yang diciptakan Allah pada sebab-sebab natural ini, maka ia berdosa karena mengada-adakan hal baru dalam agama.
Poin di atas bagi saya sangat penting untuk dipahami para saintis Muslim yang bergerak di bidang saintek. Mengamati adanya korelasi antara fenomena alam satu dengan fenomena alam lain tidak berimplikasi bahwa fenomena alam tersebut betul-betul menghasilkan akibat berupa fenomena alam lain dengan sendirinya. Ketika seseorang meyakini adanya sebab-akibat natural tanpa kendali Tuhan, keyakinannya sebetulnya telah menegasikan keesaan Tuhan karena ia sedang mempercayai adanya sesuatu selain Tuhan yang menghasilkan akibat di dunia. Maka, penting bagi kita untuk melihat lebih dalam bahwa fenomena-fenomena alam yang kita amati, baik yang kita anggap sebab natural maupun akibat natural, tidaklah lebih dari sesuatu yang mungkin secara rasional. Artinya semua fenomena alam, baik yang kita anggap sebab maupun kita anggap sebagai akibat, esensinya senantiasa butuh kepada Dzat Yang Wajib setiap saat. Karena hanya Tuhan lah Penyebab yang Sesungguhnya.
Sebagaimana syair yang ditulis dengan indah oleh Imam Ad-Dardir dalam Kharidah al-Bahiyyah:
والفعل فى التأثير ليس الا للواحد القهار جل وعلا
“Dan (Yang Esa) dalam perbuatan, yang menghasilkan akibat, tiada lain ialah Tuhan Yang Satu, Yang Maha Perkasa, Maha Agung, dan Maha Tinggi.”
bisa dijelaskan lebih detail pak pada paragraf yang "Yang menarik, beliau menjelaskan klasifikasi untuk kasus kelima, yaitu syirk asbab......" (sampai akhir). Soalnya saya merasa cukup susah mencernanya hehe. terima kasih