Kalau Tuhan Maha Penyayang, Mengapa Ada Penderitaan?
Respons Islami atas Fenomena Penderitaan di Dunia
Melihat tragedi di Palestina dalam satu bulan terakhir bukan hanya memunculkan amarah dunia dan umat Islam, tapi juga pertanyaan-pertanyaan teologis yang mendalam. Mengapa Tuhan “membiarkan” penduduk Palestina menderita? Apakah Tuhan hendak menghukum mereka? Mengapa Tuhan “membiarkan” kedzaliman yang dilakukan tentara Zionis? Apakah artinya Tuhan meridhoi perbuatan mereka? Lebih jauh lagi: Kalau Tuhan Maha Kuasa dan Penyayang, mengapa Ia tak mencegah adanya kedzaliman? Bukankah adanya kedzaliman meniscayakan mustahilnya keberadaan entitas Yang Maha Kuasa sekaligus Maha Penyayang?
Mari kita renungkan pertanyaan-pertanyaan ini satu per satu, mulai dari pertanyaan terakhir.
Apa itu Tuhan? Dalam Islam, Tuhan adalah Necessary Being (Wajib al-Wujud), Dzat yang tidak membutuhkan apa pun sedangkan segala sesuatu butuh kepada-Nya setiap saat. Long story short, keberadaan Tuhan sebagai Necessary Being bisa kita simpulkan dari adanya alam semesta. Alam semesta yang bersifat mungkin bisa ada ataupun tidak. Maka keberadaannya alih-alih ketiadaannya meniscayakan adanya sesuatu yang menyebabkannya. Kemustahilan rantai sebab-akibat yang tak berujung mengharuskan penyebab ini bersifat wajib, sehingga Ia tidak butuh kepada apa pun dan segala sesuatu yang terjadi di dunia berada di bawah Kehendak dan Kekuasaan-Nya.
Fakta di atas juga meniscayakan kebebasan Tuhan untuk menciptakan segala sesuatu yang mungkin. Artinya, segala peristiwa yang terjadi di dunia terjadi atas kehendak Tuhan yang tak terkekang. Ini juga berlaku untuk fenomena kejahatan dan kedzaliman di dunia. Artinya, keberadaan kedzaliman justru adalah salah satu tanda keberadaan Tuhan sebagai Necessary Being.
Tapi, bukankah membiarkan kedzaliman saat memiliki kekuasaan untuk menyingkirkannya adalah bentuk kedzaliman? Jawabannya: tidak bagi Tuhan, karena kedzaliman itu mustahil secara rasional bagi Tuhan. Sebagaimana kita lihat, segala sesuatu terjadi atas Kehendak Tuhan, artinya Tuhan lah Pemilik segala sesuatu. Dzulm, kata dasar dzalim, artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempat yang semestinya. Tuhan, yang menciptakan segala sesuatu, adalah pemilik segala sesuatu. Maka, Ia bebas melakukan apa pun pada segala sesuatu karena segalanya adalah milik dan ciptaan-Nya. Artinya, Tuhan bebas untuk membiarkan ataupun mencegah adanya kedzaliman di dunia tanpa disifati dengan kedzaliman itu sendiri. Ia tidak ditanya atas apa yang Ia lakukan, melainkan mereka (makhluk-Nya) yang akan ditanya.
Tapi, mengapa Tuhan seperti memilih untuk membiarkan kedzaliman di dunia ini? Jawabannya: karena Ia memilih menjadikan dunia sebagai medan ujian untuk makhluk-Nya. Apakah makhluk yang dikaruniai-Nya dengan kehendak bebas akan memilih melakukan kebaikan atau justru terjatuh pada kedzaliman. Ujian tidak lagi make sense ketika Sang Penguji selalu mengintervensi, bukan?
Dari fakta bahwa dunia adalah ujian, kita juga bisa menyimpulkan: mereka yang tertindas bukan berarti dihukum Tuhan dan mereka yang sewenang-wenang bukan berarti diridhoi Tuhan. Sebaliknya, melalui Firman-Nya yang diwahyukan pada Utusan-nya, Tuhan mengabarkan bahwa mereka yang tertindas akan mendapat pahala yang melimpah sebagai balasan atas kesabaran sedangkan mereka yang menindas akan mendapat hukuman sebagai balasan atas kedzaliman. Lebih jauh lagi, Tuhan juga mengabarkan lewat Utusan-Nya bahwa mereka yang paling berat diuji adalah mereka yang paling dikasihi Tuhan: para Nabi dan Rasul, serta para Auliya’ atau kekasih Tuhan.
Maka, di tengah penindasan yang menimpa penduduk Palestina, ingatlah bahwa kasih sayang Tuhan selalu membersemai saudara-saudara kita yang mengalami penindasan dan keadilan Tuhan akan termanifestasi pada para pelaku penindasan.
Wallahu subhanahu wa ta'ala a’lam. Wa huwa hasbuna wa ni’mal wakil.