Saya pernah menulis bahwa "a robot is only as good as the men who create it". Robot, sebagaimana produk teknologi lain, bisa mempermudah berbagai aspek kehidupan tapi juga bisa menimbulkan masalah-masalah baru. Sebut saja potensi menghilangkan banyak pekerjaan rutin, disalahgunakan sebagai senjata dalam peperangan, hingga soal problem etika yang muncul ketika gagal bekerja. Kalau mobil tanpa awak gagal dan menaberak orang, misalnya, siapa yang harus disalahkan?
Persoalan etika ini mengingatkan saya pada sebuah hadits Nabi yang bagi saya sangat menarik. Diriwiyatkan bahwa Rasulullah pernah melarang para sahabat untuk duduk-duduk di tepi jalan. Tetapi, para sahabat tidak bisa betul-betul meninggalkan kebiasaan ini karena di sana lah tempat mereka biasa bercengkrama. Lalu, Rasulullah pun berpesan, jika memang tidak terhindarkan, maka perhatikan hak-hak jalan, seperti menjaga pandangan, menyingkirkan gangguan, dan lain-lain.
Yang menarik, Rasulullah memulai dawuh beliau dengan larangan terlebih dahulu akibat adanya potensi keburukan dari aktivitas duduk-duduk di tepi jalan, terlepas adanya manfaat dari aktivitas tersebut. Fakta ini kemudian menjadi dasar dari sebuah adagium yang sangat populer, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama', "Dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil masholih", mencegah kerusakan lebih didahulukan ketimbang mengupayakan kemaslahatan.
Saya rasa value ini sangat penting untuk dipegang oleh para inventor teknologi. Seorang inventor tidak boleh lepas tangan begitu saja dengan dampak dari temuan-temuannya. Ia punya tanggung jawab moral untuk memastikan agar temuannya mendatangkan maslahat yang besar, bukannya menimbulkan masalah yang lebih besar. Karena temuannya adalah refleksi dari dirinya, your invention is only as good as you!