Al-Ghazali dan Quarter Life Crisis
Bagaimana krisis kehidupan sang Imam mengantarkan beliau pada makna kehidupan
Isitlah quarter life crisis yang marak terdengar belakangan mengingatkan saya pada "krisis" yang pernah dialami Hujjatul Islam Al-Ghazali. Saat itu, sang Imam tengah berada di puncak karirnya: karyanya dikenal, namanya diperbincangkan, dan beliau menduduki posisi tertinggi di madrasah Nizhamiyah, Baghdad. Di zaman sekarang, posisi ini sepadan dengan profesor di kampus top dunia. Tapi, justru di titik inilah beliau mengalami "krisis" personal yang sedemikian parah hingga mengganggu kemampuan beliau untuk bicara. Di saat itu lah beliau memutuskan untuk meninggalkan posisinya di Nizhamiya. Beliau menghilang dari dunia akademik yang digelutinya selama 10 tahun.
Apa hasil dari pengembaraan ini? Magnum opus beliau, karya yang konon paling banyak dibaca di dunia Muslim setelah Quran dan Hadits Nabawi: Ihya' Ulumiddin. Uniknya, buku ini dibagi menjadi 4 bagian di mana masing-masing bagian (quarter) memiliki tema yang senada. Quarter pertama fokus pada ibadat: dimulai dari ilmu, lalu bagaimana ilmu berbuah iman, lalu iman menjadi amal-amal wajib untuk Tuhan. Quarter kedua berisi 'adat, bagaimana berinteraksi dengan makhluk Tuhan dengan akhlaq nubuwwah: makan-minum, menikah, bekerja. Quarter ketiga berisi muhlikat, penyakit yang akan merusak jiwa kita: bahaya syahwat, lisan, cinta duniawi. Lalu, quarter keempat berisi munjiyat, hal-hal yang akan menyelamatkan kita: taubat, sabar dan syukur, tauhid dan tawakkul, ikhlas dan jujur, dan ditutup dengan mengingat kematian.
Buku ini seperti menjadi jawaban dari krisis hidup yang sempat mengganggu beliau: bahwa ilmu tidak sekedar untuk dihafalkan dan diperdebatkan, fenomena yang marak di lingkaran akademis beliau saat itu. Ilmu sejati mesti berbuah menjadi iman, lalu berbuah amal untuk Tuhan dan ciptaan-Nya, lalu berbuah penyucian jiwa sebagai bekal menghadapi kematian. Sejatinya, hidup adalah perjalanan menuju kematian dan lewat buku ini beliau menghadirkan bekal untuk para pengembara kehidupan.
Semoga kawan-kawan yang mengalami krisis diberikan jawaban dan jalan keluar terbaik atas kegelisahannya.
Gambar: Mukhtashor Ihya' Ulumiddin yang meringkas magnum opus sang Imam radhiyallahu anhu wa nafa'ana bihi wabi ulumih.